“Udah sabar aja, gak usah dibalas,” ucapan seorang teman ketika melihat temannya ditindas tanpa bisa membantu apa-apa. Hanya untaian kata-kata yang terdengar bijak namun tak nyaman di hati kita sebagai korban. Pernah mendengar kalimat seperti itu? Atau bahkan Anda termasuk salah satu korbannya?
Seringkali kita mendengar kalimat ini, baik kita sebagai korban penindasan ataupun sekadar mendengarnya. Jika dilihat dari sudut pandang orang ketiga, maka kalimat tersebut terdengar bijak. Namun, bagi korban itu adalah hal yang sia-sia, karena yang diinginkan korban adalah sebuah pertolongan nyata dalam bentuk fisik, bukan hanya sekadar kalimat yang terlalu mudah diucapkan.
Lalu, apakah kalimat itu adalah kalimat yang benar dan dibenarkan? Atau hanya sebuah alasan agar kita terlihat membantu dan peduli? Mari kita kaji terlebih dahulu.
Pengertian sabar sendiri, dilihat dari sisi etimologi, berasal dari bahasa Arab yaitu shabara, yang memiliki arti tidak tergesa-gesa, tidak membalas, atau menunggu dengan tenang.
![]() |
Sabar: Antara Menahan atau Melawan |
Kata sabar terdiri dari tiga huruf: shad, ba, dan ra. Di mana makna dari ketiganya adalah menahan, ketinggian akan sesuatu, dan sejenis baru. Dari makna menahan akan lahir kata konsisten atau bertahan, karena bertahan untuk menahan pandangannya pada satu sikap. Oke, sepakat ya, sabar = menahan.
Sekarang muncul pertanyaan kedua: Apakah ketika kita ditindas, dianiaya, dizalimi, kita harus bersabar dengan cara diam dan menahan diri? Menurut pengalaman sebagai korban, hal itu justru membuat si pelaku tidak akan berhenti dari perbuatannya. Bahkan, ia semakin merasa senang dan terus melanjutkan aksinya.
Mari kita tengok ke belakang, bagaimana perjalanan dakwah Nabi Muhammad Saw. Beliau berdakwah 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah.
Semasa dakwah di Makkah, saat itu beliau masih lemah, tidak memiliki pasukan ataupun pendukung yang kuat. Beliau terus-menerus bersabar dengan segala perlakuan yang dilakukan orang-orang kafir Makkah.
Namun, ketika beliau sudah berhijrah ke Madinah, hal yang beliau lakukan adalah membangun kekuatan. Untuk apa? Jelas, untuk melawan orang-orang kafir yang menolak hidayah Allah Swt., dan mengganggu dakwah Nabi Muhammad Saw.
Nah, dari peristiwa itulah penulis belajar bahwa ketika kita lemah, tidak memiliki kekuatan untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik, maka yang bisa kita lakukan adalah bersabar dan menahan diri, dengan tetap berusaha dan belajar bagaimana agar kita bisa mengubah keadaan menjadi lebih baik dengan cara-cara yang dibenarkan. Bukan untuk tujuan balas dendam.
Dan satu hal yang perlu diperhatikan di sini: kondisi korban adalah dianiaya, ditindas, dan dizalimi, bukan merasa teraniaya atau terzalimi oleh keadaan atau sesuatu hal yang sebenarnya baik untuk kita. Karena jika ukurannya hanya sebatas perasaan, maka itu akan menjadi sesuatu yang salah.
Nah, cukup sekian dari kami. Mohon maaf bila ada salah. (Bangpai_21)
Posting Komentar untuk "Sabar: Antara Menahan atau Melawan"