Syekh Abdussobur Al-Kayyali Sharing Pengelolaan Pesantren bersama Direktorat PPTQ Qoryatul Qur’an

Selasa, 6 Mei 2025, PPTQ Qoryatul Qur’an menghabiskan seharian bersama zuriat Nabi Muhammad ﷺ asal Damaskus yang kini tinggal di Istambul, Turki, yakni Syekh Abdussobur Al-Kayyali Ar-Rifai Al-Husaini, yang berkenan berkunjung ke pesantren di pelosok Weru ini.

Usai bermajelis taklim bersama para santri di Komplek 02 Pucung dan Komplek 08 Jonggring Saloka, bakda Salat Zuhur pada acara ramah-tamah makan siang di ruang kantor lantai atas Komplek 06 Asemlegi Gabeng, bersama pengurus yayasan dan direktorat, Syekh banyak sharing tentang pengelolaan pesantren.

Syekh berbagi pengalaman selama 25 tahun berkhidmat di Ma'had Fatah Islami, Damaskus dan hampir 2 tahun di Madinah. Syekh juga memperhatikan model pengelolaan di PPTQ Qoryatul Qur’an yang terbagi dalam banyak komplek, yang semua tunduk pada pimpinan pusat.

Syekh Abdussobur Al-Kayyali
Syekh Abdussobur Al-Kayyali sharing pengelolaan pesantren bersama Direktorat PPTQ Qoryatul Qur’an

Syekh menyampaikan bahwa prinsip kepemimpinan yang pertama adalah pemimpin harus selalu ditaati, setiap perintahnya dijalankan. Kalau ada hal yang perlu didiskusikan maka hendaknya dimusyawarahkan. “Jangan pernah ada yang mencela pimpinan kita, karena berarti mencela diri sendiri sebagai bagian darinya,” pesan Syekh.

Dalam kepemimpinan yang baik hendaklah dibiasakan untuk bermusyawarah. Pimpinan bisa menginisiasi. Kalau ada kekurangan pada bawahan berikan nasihat. Musyawarah bisa diagendakan secara rutin atau insidental. Ini juga dicontohkan oleh Nabi dalam memimpin para sahabat.

“Nabi saja masih perlu musyawarah dengan para sahabat, apalagi kita yang hanya manusia biasa,” begitu kata Syekh Abdussobur. Musyawarah bukan hanya kalau ada masalah, ketika tidak ada masalah pun juga perlu musyawarah. Apalagi ketika ada usulan yang perlu dibahas. Merencanakan hal baik pun perlu musyawarah.

Selanjutnya, terkait pembelajaran adalah tanggung jawab semua manajerial lembaga. Kesepakatan program bisa dari para pimpinan, tapi aplikasi di lapangan adalah personel khusus yang langsung bertanggung jawab kepada pimpinan umum.

Untuk penerapan di lapangan melibatkan para pengajar yang harus memahami apa yang disepakati dewan pimpinan. Pemahaman ini dimusyawarahkan sehingga siap dan mengerti apa tugasnya dan dilaksanakan dengan senang hati.

Yang tak kalah penting, ketika ustaz-ustazah dalam mengajar tidak maksimal karena sering izin, tidur saat mengajar, bahkan sampai terjadi insiden memukul santri, maka pimpinan jangan langsung memarahi di depan santri untuk menjaga muruah mereka.

Perlu diingat bahwa ustaz-ustazah adalah qudwah, mereka menjadi contoh yang langsung dilihat santri. Jangan sekali-kali bertindak yang menghinakan pengajar di hadapan para santri. Mereka tak akan bisa mendidik santri dengan benar kalau mereka punya salah dan ditegur di depan umum.

Terkait anak-anak yang berbuat gaduh atau bermasalah adalah hal biasa. Awali penanganan melalui guru-guru yang membersamai dulu. Kalau guru tidak mampu, baru para pimpinan atau direktorat. Setelah itu baru mengkomunikasikan ke orang tua.

Jika anak memang tidak bisa diarahkan lagi karena bermasalah berat yang sifatnya merugikan orang lain maka tidak ada tempat untuknya di lembaga pendidikan kita, apalagi sampai ada korban parah, misalnya terjadi patah tulang dan sebagainya.

Syekh ketika dimintai pendapat tentang PPTQ Qoryatul Qur’an, dalam sisi manajerial belum bisa komentar karena belum menanyai santri atau melihat langsung terkait hasil belajar dan lainnya. “Secara umum, santri adabnya bagus adalah hal baik yang terlihat,” kata Syekh. “Salut dengan adanya pembelajaran bahasa arab dari usia dini. Harus selalu ditingkatkan karena ini sangat penting.”

Menurut Syekh Abdussobur, yang dilakukan Qoryatul Qur’an sudah baik karena santri putra dan putri dipisah dan jaraknya jauh. Guru-guru juga pakai hijab dan cadar, yang bisa menjadi teladan bagi para santri putri, yang kelak setelah lulus, akan jadi generasi penerus.

Terkait dengan adanya pengajar malas yang tidak ada semangat mengajar, Syekh menyarankan mencari dulu sebabnya. Di dunia ini tiap masalah ada sebab, maka cari tahu sebabnya. Bisa saja masalah ekonomi, sedang sakit, atau masalah dengan masyarakat. Selesaikan masalahnya, agar pengajar bisa melaksanakan kewajibannya dengan baik.

Namun, jika kita sudah berusaha cari solusi tapi tak ada perkembangan berarti, bisa jadi memang pengajar itu bermasalah. Kalau sudah demikian dan tidak bisa dibenahi, maka singkirkan saja daripada merusak. Ia akan menjadi masalah baru dalam pembelajaran kita.

Keberhasilan pendidikan menurut Syekh adalah ketika bisa membersamai santri yang dididik sejak kecil hingga besar dan dewasa dalam pengawasan kita. Anak yang dididik sampai pantas menjadi percontohan. Sejak kecil hingga besar terdidik sesuai keinginan dari lembaga pendidikan tersebut.

Syekh Abdussobur Al-Kayyali
Foto bersama Syekh dengan jajaran pengurus pesantren

Syekh bersaksi bahwa PPTQ Qoryatul Qur’an ini luar biasa. Syekh tadi telah diajak menyaksikan sendiri tempat awal yang disewa untuk memulai pesantren, hingga perkembangan saat ini. Mungkin butuh 50 tahun untuk bisa mengembangkannya seperti saat ini. Kecuali dengan adanya kesungguhan dan keikhlasan orang yang membersamai.

Satu dengan yang lain saling mengabarkan kebaikan maka akan tersebar pada orang lain. Qoryatul Qur’an sudah berkembang baik, orang banyak tahu keberhasilannya, maka mereka akan datang menitipkan anak untuk dididik, datang untuk berdonasi ataupun wakaf, sebagai tabungan hari akhir.

Sharing pengalaman mengelola lembaga pendidikan yang disampaikan Syekh Abdussobur Al-Kayyali Ar-Rifai Al-Husaini dengan penerjemah Ustaz Faris Ahmad, Lc., M.Pd ini berlangsung dengan hangat. Semoga menginspirasi untuk kita semua.

Posting Komentar untuk "Syekh Abdussobur Al-Kayyali Sharing Pengelolaan Pesantren bersama Direktorat PPTQ Qoryatul Qur’an"